BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kata demokrasi terkesan akrab
diucapkan oleh semua orang, namun apakah sudah dipahami hakekat kata demokrasi
itu. Untuk itu kita perlu memahami, apa sebenarnya makna dan hakekat demokrasi.
Demokrasi telah dipilih dan dijadikan sebagai sistem nilai dalam tatanan
kehidupan manusia, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan
bernegara.[1]
Demokrasi tidak akan datang, timbul
dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu demokrasi memerlukan usaha nyata dan setiap warga
dan perangkat penduduknya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari
suatu kerangka berfikir (mind set)
dan rancangan masyarakat (setting social).
Bentuk kongkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai
pandangan hidup (way of life) dalam
seluk beluk sendi kehidupan baik oleh rakyat maupun oleh pemerintah.[2]
Pada tahun 1955 tersebut
Indonesia melaksanakan pemilihan umum yang pertama dengan diikuti oleh lebih
dari 10 (sepuluh) partai politik. Dalam catatan sejarah, pemilu tahun 1955
sebagai pemilu yang paling demokratis karena disamping tidak ada korban jiwa juga berjalan dengan
jujur, adil dan aman. Jika dibandingkan pemilu di era Orde Baru yang berjalan
mulai tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997, sepanjang pelaksanaan pemilu
tersebut, banyak peristiwa politik berdarah dan cukup mencekam bagi masyarakat
Indonesia.
Sejarah Pemilu di Era Orde
Baru yang dilaksanakan sebanyak 6 (enam) kali tersebut yang sangat fenomenal
dalam pemilu Era Orde Baru tersebut, terpilih presiden yang sama yaitu;
Jenderal Besar Mohammad Soeharto. Sedangkan di era reformasi pemilu
diselenggarakan tahun 1999 dan tahun 2004. Pada saat penggantian Rezim Orde
Baru ke Reformasi terjadi penggantian Presiden sebanyak 4 (empat) kali.
Presiden B.J. Habibie sebagai presiden masa transisi tahun 1998 s/d 1999 dan
Presiden Abdulrahman Wachid tahun 1999 s/d 2001 hasil pemilu tahun 1999. Oleh
karena terjadinya peristiwa politik, timbulnya mosi tidak percaya dari rakyat,
maka Presiden Abdulrahman Wachid diberhentikan dari jabatan presiden, melalui
Sidang Istimewa MPR. Kemudian dilanjutkan oleh Presiden Megawati Soekarno Putri
tahun 2001 s/d 2004. Adapun pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama dalam sejarah
politik di Indonesia yaitu memilih presiden secara langsung. Hasil pemilu tahun
2004 sebagai presiden terpilih secara demokratis adalah Susilo Bambang
Yudhoyono dengan M. Yusuf Kalla sebagai wakilnya.[3]
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di
simpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
- Pengertian Pemilu?
- Pengertian Demokrasi?
- Hubungan Pemilu dengan Demokrasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pemilu
Pemilu
adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan
politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dari
Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada
konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi
jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata
‘pemilihan’ lebih sering digunakan. Sistem pemilu digunakan adalah asas luber
dan jurdil. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen,
dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan
program-programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang
telah ditentukan, menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara
dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan
main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.[4]
Waktu
pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat
(2) UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6) yang mengatur tentang
ketentuan pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan umum dengan
undang-undang. Asas Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia Pemilu yang LUBER
dan Jurdil mengandung pengertian bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan
secara demokratis dan transparan, berdasarkan pada asaas-asas pemilihan yang
bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia, serta jujur dan adil:
- Langsung berarti rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara;
- Umum berarti pada dasarnya semua warganegara yang memenuhi persyaratan minimal dalam usia , yaitu sudah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah/pernah kawin berhak ikut memilih dalam pemilihan umum. Warganegara yang sudah berumu 21 (dua puluh satu) tahun berhak di-pilih. Jadi, pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan tertentu tanpa diskriminasi (pengecualian) berdasar acuan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, dan status sosial;
- Bebas berarti setiap warganegara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warganegara dijamin keamanannya, sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya;
- Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pemilihnya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan papun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada suaranya diberikan. Asas rahasia ini tidak berlaku lagi bagi pemilih yang telah keluar dari tempat pemungutan suara dan secara sukarela bersedia mengungkapkan pilihannya kepada pihak manapun;
- Jujur berarti dalam menyelenggarakan pemilihan umum; penyelenggaraan/ pelaksana, pemerintah dan partai politik peserta Pemilu, pengawas dan pemantau Pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
- Adil berarti dalam menyelenggarakan pem,ilu, setiap pemilih dan partai politik peserta Pemilu mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.[5]
Dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai
penyelenggara Pemilihan Umum yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan
bahwa wilayah kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap
menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara berkesinambungan
meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat mandiri menegaskan KPU
dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum bebas dari pengaruh pihak mana pun.[6]
Dalam
undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai
KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota sebagai lembaga penyelenggara
pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu. KPU
dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan
perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan
umum dan tugas lainnya. KPU memberikan laporan Presiden kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.[7]
B. Demokrasi
- Pengertian Demokrasi
a.
Secara Etimologis
Istilah
demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata ”demos” (rakyat)
dan ”kratos” (pemerintahan). Sehingga demokrasi diartikan secara sederhana
adalah pemerintahan oleh rakyat (rule of the people).
b.
Secara Terminologi
Secara
terminologi demokrasi dapat diartikan sebagai berikut, misalnya:
1) Menurut
Koentjoro Poerbopranoto (1978) dalam bukunya Sistem Pemerintahan Demokrasi,
menyatakan demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan negara dimana dalam
pokoknya semua orang (rakyat) adalah berhak sama untuk memerintah dan juga
untuk diperintah.
2) Afan Gafar
(2003:3) menyatakan ada dua macam pemahaman tentang demokrasi yaitu pemahaman
secara normatif dan pemahaman secara empirik. Dalam pemahaman secara normatif,
demokrasi merupakan sesuatu yang secara idiil hendak dilakukan atau
diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti ungkapan ”Pemerintahan Dari Rakyat,
Oleh Rakyat Dan Untuk Rakyat”. Ungkapan normatif tersebut biasanya
diterjemahkan dalam konstitusi pada masing-masing negara, misalnya dalam UUD
1945 sebagai pemerintahan Republik Indonesia yakni :
a) Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar (pasal 1
ayat (2))
b) Kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang (pasal 28)
c) Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
meribadat menurut agama dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat (2))[8]
Kutipan
pasal-pasal diatas merupakan definisi normatif dari demokrasi. Tetapi kita
harus memperhatikan bahwa apa yang normatif belum tentu dapat dilihat dalam
konteks kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu perlu untuk melihat makna
demokrasi secara empirik, yakni demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan
sehari-hari.[9]
Dengan
demikian inti (hakekat) demokrasi terletak pada peran senyatanya rakyat dalam
proses politik yang berjalan terutama dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan
publik, yakni berbagai program yang bertujuan untuk memecahkan berbagai
persoalan publik (masyarakat, berbangsa dan bernegara) yang diputuskan oleh
pejabat atau lembaga yang berwenang. Persoalan publik misalnya : mengembangkan
kebebasan menyatakan pendapat, mengatasi kemiskinan dan pengangguran,
meningkatkan hak warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
- Nilai-nilai demokrasi
Demokrasi
merupakan sesuatu yang penting, karena nilai-nilai yang dikandungnya sangat diperlukan
sebagai acuan untuk menata kehidupan berbangsa da bernegara yang baik. Henry B.
Mayo (Miriam budiardjo, eds. 1980 :165-179) mengajukan beberapa nilai
demokrasi, yaitu sebagai berikut :
a.
Menyelesaikan
pertiakaian secara damai dan sukarela
Hal ini
terlihat pada fungsi kompromi atau kebijakan umum dengan suara mayoritas, atau
penyelesaian berbagai pertikaian secara sukarela.
b.
Menjamin terjadinya
perubahan secara damai
Misalnya
dalam menghadapi berbagai perubahan sosial, iptek yang sangat pesat, dengan metode
demokrasi akan mampu mengakomodasinya secara fleksibel, misalnya dengan
memperhatikan public opinion sehingga perubahan tetap terjamin
berjalan secara damai.
c.
Pergantian penguasa
dengan teratur
Dalam
demokrasi suksesi kepemimpinan didasarkan pada pilihan atau penunjukkan oleh
orang banyak dengan cara damai dan absah, serta dilakukan secara teratur dalam
suatu periode tertentu.
d.
Penggunaan paksaan
sedikit mungkin
Dalam
pembuatan dan pelaksanaan serta penegakan keputusan politik dalam demokrasi
lebih pada kemauan umum atau persuasif, dibandingkan lewat paksaan fisik maupun
nonfisik (misal ancaman, intimidasi)
e.
Pengakuan terhadap
nilai keanekaragaman
Demokrasi
mengakui eksistensi dan keabsahan keanekaragaman, dan pentingnya saluran
terbuka dan kebebasan politik. Pengakuan dan jaminan nilai tersebut, karena
adanya suatu keyakinan bahwa alternatif yang lebih banyak akan lebih dekat
dengan kebaikan dan kebenaran.
f.
Menegakkan keadilan
Demokrasi
memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk mengjukan wakilnya, hal ini
mencerminkan adanya pengakuan dan jaminan terhadap unsur persamaan.
g.
Memajukan ilmu
pengetahuan
Dengan
pengakuan dan jaminana adanya persamaan dan kebebasan bagi seluruh orang untuk
mengembangkan potensi pikiran, kreativitas, daya inovasi, afeksi, maka hal ini
akan memberikan motivasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian demokrasi dianggap penting karena merupakan alat yang
dapat digunakan untuk mewujudkan kebaikan bersama, atau masyarakat dan
pemerintahan yang baik.[10]
BAB III
ANALISIS
Pemilu
di Amerika Serikat di akhir tahun 2008 merupakan pemilu yang spektakuler
dan menyedot perhatian dunia. Bahkan hasil Pemilu yang dimenangkan oleh “Barack
Hussein Obama” dianggap pemilu yang sangat demokratis dan mengesankan.
Betapa tidak, seorang kulit hitam keturunan “Kenya” dan masa
kecilnya pernah tinggal di Menteng Jakarta selama 5 (lima) tahun.
Semasa musim pemilu di Amerika, di sela-sela kampanye para kandidat
presiden saling berdebat seru dan bahkan saling “mengejek”. Namun ketika hasil
pemilu diumumkan, justru yang “kalah” mendatangi kandidat yang menang, untuk
mengucapkan selamat. Fenomena ini menunjukkan bahwa “etika dan moral politik
tetap harus dipatuhi oleh semua pihak”.
Ilustrasi tentang pemilu di Amerika Serikat
seperti diuraikan diatas, terdapat beberapa aspek penting dan menarik untuk
menjadi perhatian kita yaitu;
1.
Bahwa antara pemilu dan demokrasi mempunyai korelasi yang
signifikan
2.
Pembentukan sistem nilai demokrasi sangat menentukan
kualitas pemilu yang dijalankan
3.
Etika dan moral politik warga negara menjadi ukuran atau
standar apakah pemilu itu bersih, jujur atau ada kecurangan
4.
Nilai sportifitas para kandidat benar-benar dijunjung
tinggi
5.
Oleh karena figure kandidat menarik simpati dan memberikan
harapan terhadap perubahan, maka rakyat dengan antusias rela berjam-jam
antri memberikan suara pada pesta demokrasi tersebut.
Mencermati perkembangan pemilu demi pemilu di
Indonesia yang sudah dilaksanakan sebanyak 9 (sembilan) kali, seharusnya
membuat masyarakat dan bangsa Indonesia semakin cerdas dalam menjalankan etika
dan moral politik yang menjadi dasar dalam mengimplementasi Konsep Sistem
Politik yang demokratis. Namun peristiwa politik berupa insiden kekerasan dan
konflik sosial masih mewarnai dalam pelaksanaan pemilu. Fenomena penting yang
perlu dicermati perkembangan dalam pemilu terutama dalam pemilu gubernur
dan bupati/walikota disamping sering timbul konflik juga diwarnai money politik. Padahal tujuan utama
pemilu memberikan proses pendidikan politik warga negara dan pendemokrasian
politik, sosial dan ekonomi. Namun ternyata hasilnya, menunjukan bahwa,
partisipasi masyarakat terhadap pemilu masih rendah, berbagai daerah jumlah
pemilih yang tidak melaksanakan hak pilihnya alias golput.
Pemimpin yang terpilih juga sebagian besar tidak
mencerminkan aspirasi rakyat dengan indikasinya para kepala daerah (Gubernur,
Bupati/Walikota) terpilih di samping tidak profesional dan kompeten juga banyak
yang terlibat dalam kasus hukum (korupsi).
Dengan
demikian bagaimana mendesain sistem pemilu yang bisa mendorong terwujudnya
praktek demokrasi yang berkualitas. Demokrasi memang suatu konsep politik yang
menjadi harapan semua pihak bahwa dengan terciptanya sistem demokrasi yang
dipraktekkan suatu negara mampu memperbaiki keadaan ekonomi dan politik,
seperti disebutkan diatas. Jadi demokrasi memberikan keleluasaan yang lebih
dinamis tidak hanya demokrasi politik saja seperti selama ini dirasakan, tapi
juga demokrasi sosial dan demokrasi ekonomi.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Demokrasi merupakan konsep yang menjamin
terwujudnya perbaikan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat jika benar-binar
bias diimplementasikan dalam pemilu. Adapun sudut pandang kegunaan dan
keuntungan dengan menjalankan prinsip demokrasi menjamin kehidupan masyarakat
yang lebih berkualitas diantaranya :
- Dengan demokrasi, pemerintahan dapat mencegah timbulnya pemerintahan otoriter yang kejam dan licik;
- Menjamin tegaknya hak asasi bagi setiap warga negara;
- Memberikan jaminan terhadap kebebasan pribadi yang lebih luas;
- Demokrasi juga memberikan jaminan kebebasan terhadap setiap individu warga negara untuk menentukan nasibnya sendiri;
- Demokrasi memberikan kesempatan menjalankan tanggung jawab moral;
- Demokrasi juga memberikan jaminan untuk membantu setiap individu warga negara untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki secara luas;
- Demokrasi juga menjunjung tinggi persamaan politik bagi setiap warga negara;
- Demokrasi juga mampu memberikan jaminan kemakmuran bagi masyarakatnya.
B. Saran
Hubungan antara pemilu dengan demokrasi menjadi tonggak sejarah bahwa sejak lahirnya
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah memegang prinsip-prinsip
demokrasi.
Mewujudkan
budaya demokrasi memang tidak mudah. Perlu ada usaha dari semua warga negara.
Yang paling utama, tentu saja, adalah:
- Adanya niat untuk memahami nilai-nilai demokrasi.
- Mempraktekanya secara terus menerus, atau membiasakannya.
Bawasanya demokrasi di Indonesia masih dimaknai
hanya sebagai ornament demokrasi karena pada hakekat utamanya mensejahterakan
rakyat melalui sistem demokrasi itu belum terwujud. Banyaknya parpol baru membuat
masyarakat bingung memilih menentukan figure seorang pemimpin yang ideal dan
setiap parpol hanya mementingkan pribadi serta kelompoknya masing-masing
sehingga aspirasi rakyat menjadi tidak terwakili.
Memahami nilai-nilai demokrasi memerlukan pemberlajaran,
yaitu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah mewujudkan budaya
demokrasi dengan lebih baik dibandingkan kita. Dalam usaha mempraktekan budaya
demokrasi, kita kadang-kadang mengalami kegagalan disana-sini, tetapi itu tidak
mengendurkan niat kita untuk terus berusaha memperbaikinya dari hari kehari.
Suatu hari nanti, kita berharap bahwa demokrasi telah benar-benar membudaya di
tanah air kita, baik dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, maupun dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
DAFTAR
PUSTAKA
H.R. Sukidal, Kewiraan
Kewarganegaraan Kewargaan, (Metro, 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar