1.03.2013

Hubungan antara Nasionalisme dan Otonomi Daerah



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Mengelola  negara tak cukup dengan menetapkan berbagai macam peraturan yang harus  dilakukan oleh Negara dan WNI. Perlunya kesadaran dan penemuan ide - ide  baru  ataupun kritik dalam mengelola negara agar mengarah kemajuan dan  kesejahteraan rakyat. Kebangaan negeri ini diawali dari kita sebagai  rakyat dan negara mendukung sepenuhnya. Pendidikan di sekolah perlu  dihiasi dengan konten pelajaran soal kepribadian bangsa, pendidikan  karakter dan keIndonesiaan yang bercirikan kebhinekaan.
Bagaimanakah  Nasionalisme terpatri di Hati ?
Berangkat  dari keteladanan, kepemimpinan dan kritik membangun setiap elemen  negeri, jelas mampu menempelkan nasionalisme di dada. Bukan mengajarkan  karakter koruptif, kolusi, nepotisme , dari pengalaman sejarah membuat  runtuhnya rezim orde baru dan digantikan oleh orde refaormasi yang mengusung jargon perubahan.
Krisis ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah memporak-porandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negara ini. Sebagai respon dan untuk mengatasi krisis tersebut dicanangkannya satu kebijakan restrukturisasi sestem pemerintahan yang cukup penting yaitu melaksanakan otonomi daerah dan pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Semangat  nasionalisme terus  dikembangkan dan diarahkan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. sebagai  penopang nasionalisme adalah kebijakan Otonomomi daerah yang bertujuan  percepatan pembangunan, pemerataan pembangunan dan pelayanan prima di  Pemerintahan daerah di Indonesia.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini dapat penulis uraikan sebagai berikut :
1.      Bagimanaa hubungan antara nasionalisme dengan otonomi daerah ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Umum Nasionalisme
Nasionalisme dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa. Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial. Semangat nasionalisme dihadapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan kawan.[1]

B.   Otonomi Daerah
Istilah otonomi daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem penyelenggaraan pemerintahan sering digunakan secara campur aduk (interchangeably). Kedua istilah tersebut secara akademik bisa dibedakan, namun secara praktis dalam penyelenggaraan pemerintahaan tidak dapat dipisahkan, bagaikan dua mata koin yang saling menyatu namun dapat dibedakan.[2]  Bahkan menurut banyak kalangan, otonomi daerah adalah desentralisasi itu sendiri.
Otonomi daerah adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengeni kepentingan daerahnya sendiri.  Sedangkan desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah[3].
Otonomi  daerah merupakan kebijakan negara untuk memberikan kewenangan  pemerintah daerah untuk mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri. Di  dalamnya terkandung Desentralisasi, Dekonsentrasi dan tugas perbantuan.
Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam UU No.22 tahun 1999[4] :
1.      Demokrasi, keadilan pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah;
2.      Otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab;
3.      Otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota;
4.      Sesuai dengan konstitusi negara;
5.      Kemandirian daerah otonom;
6.      Meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah;
7.      Asas dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi sebagai wilayah administrasi;
8.      Asas tugas pembantuan.
Sesuai dengan konstitusi lebih meningkatkan kemandirian daerah. Lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah. Secara hakekat otonomi berarti  kemandirian rakyat di daerah untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan  dan melaksanakan pembangunan di daerah. Sedangkan arti penting otonomi  daerah sebagai berikut :
  1. Mendorong  untuk memberdayakan masyarakat;
  2. Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas masyarakat;
  3. Meningkatkan peran serta masyarakat;
  4. Mengembangkan peran dan fungsi DPRD.

C.   Hubungan Nasionalisme dan Otonomi Daerah
Semangat  otonomi daerah diharapkan mampu mendukung Nasionalisme Bangsa, dengan  bermodalkan pengelolaan dan pembangunan di daerah. Semangat Otonomi daerah tidak ditujukan untuk menjadi pesaing Pemerintah Pusat akan  tetapi sebagai kebijakan untuk mempercepat proses pembangunan di  Indonesia[5].
Otonomi  pada  dasarnya  adalah  sebuah  konsep  politik,  yang  selalu  dikaitkan  atau  disepadankan   dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia menentukan dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan berjalan berdasarka kewenangan, kekuasaan, dan  prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini adalah bahwa dengan kebebasan  dan  kemandirian  tersebut, maka  suatu  daerah  dianggap  otonom  kalau  memiliki  kewenangan  (authority)   atau   kekuasaan (power) dalam penyelenggaraan  pemerintahan  terutama  untuk  menentukan  kepentingan  daerah  maupun  masyarakatnya  sendiri. (culla, dalam usahawan no. 4 tahun xxix april  2000,  hlm.  16)  namun  demikian,  dalam  pelaksanaan otonomi daerah, satu prinsip yang harus dipegang oleh bangsa Indonesia adalah bahwa aplikasi otonomi  daerah  tetap  berada dalam konteks persatuan dan kesatuan nasional  Indonesia. Otonomi  tidak  ditujukan  untuk  kepentingan  pemisahan suatu daerah untuk bisa melepaskan diri dari negara kesatuan RI.
Tujuan pemberian otonomi  kepada  daerah  adalah untuk memungkinkan daerah bersangkutan   mengatur  dan  mengurus  rumah  tangganya  sendiri  untuk  kepentingan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian jelaslah bahwa aplikasi pemerintahan  dan  pembangunan di daerah sekarang ini didasarkan pada dua sendi  utama  yaitu:  otonomi  daerah  dan  kesatuan  nasional.  Otonomi daerah mencerminkan adanya kedaulatan rakyat dan kesatuan nasional  mencerminkan  adanya  kedaulatan  negara.
Kedua  kedaulatan  ini  sama-sama  diperlukan  dalam  perjalanan  hidup  bangsa  indonesia.  Dan,  nasionalisme  pun menjadi penting untuk “mengawal” perjalanan bangsa. Mengapa? Karena disadari  atau   tidak,  pelaksanaan  otonomi daerah telah menjadi salah satu pemicu lemahnya nasionalisme. Buktinya, istilah  “penduduk  asli”  atau  “pendatang” makin kerap muncul sejak kebijakan otonomi daerah  diterapkan.  Istilah  “putra  daerah”  makin  kerap  dimunculkan dalam pelaksanaan  otonomi  daerah.  Hal  ini  jelas  merupakan  suatu  yang  tidak  kondusif  terhadap  pembangunan bangsa. Bila keadaan ini berlanjut terus  tanpa  memulihkan  kembali  kesadaran  nasionalisme  kita  maka  cepat  atau lambat negara bangsa ini akan hancur. (fikri thalib, 1 juni 2001).
Sekarang bagaimana nasionalisme berperan dalam pembangunan  daerah?
Apabila  dijabarkan  prinsip-prinsip dasar nasionalisme, maka dapat disebutkan antara lain:
  1. Cinta kepada tanah air;
Prinsip cinta tanah air meletakkan setiap proses  pembangunan  untuk  kepentingan  bangsa  dan  negara  bukan golongan  apalagi  individu.
  1. Kesatuan;
Adapun  prinsip   kesatuan   diaplikasikan   dalam   bentuk-bentuk   pembangunan   yang mengutamakan kebersamaan dalam demi keutuhan NKRI  dengan  memperhatikan  keanekaragaman  sifat  pluralistik dari bangsa Indonesia. Artinya, setiap pembangunan di  daerah  tidak  hanya  diperuntukkan  dan  harus  dilaksanakan oleh orang “asli” daerah itu saja.. Dalam kaitannya antara pemerintah dengan rakyat,  persoalan  adanya  kemungkinan prasangka etnik bertimbal balik  antara  pejabat  dengan  rakyat  yang  berasal  dari  etnik  atau  daerah  yang  berbeda. Apabila prasangka ini terus dikembangkan maka benih dendam sosial akan menjadi batu sandungan dan “bom waktu” terhadap pembangunan di daerah. Kita sepakat untuk hidup bersama dalam kondisi yang berbeda, sehingga kita mesti menerima perbedaan-perbedaan itu. Sikap etnosentrisme harus dihilangkan dalam pembangunan  daerah.  Mana  yang lebih serius dalam mengabdi pada suatu  daerah  dan  berguna  bagi  pembangunan  daerah,  mereka  mempunyai  hak untuk berperan serta. Jadi otonomi daerah bukanlah otonomi etnis kemudian  menjadi  dominasi  etnis  dalam  proses pembangunan di daerah.
  1. Dapat  Bekerjasama;
         Dapat bekerjasama. Ini   berarti   bahwa   dalam   setiap   proses pembangunan di daerah perlu dibudayakan kerjasama  baik  interen  subjek  pembangunan  di  dalam  daerah  maupun antar  daerah.  Setiap  daerah  otonom  perlu  membuka   alternatif  kerjasama   antara   satu   dengan   lainnya, perlu menjembatani  berbagai  kepentingan  antara  rakyat  dari  daerah  satu  dengan  daerah  lain,  dan   sebagainya. Perlu dilakukan dialog dan lobi-lobi antar daerah untuk mengatur sda  yang  ada  sehingga  tidak  saling  berugikan  antara daerah yang  satu  dengan  daerah  yang  lain.  Sebagai  contoh  misalnya  penggunaan  dan  pemanfaatan  sumber  air, masalah sungai, listrik, sarana dan prasarana publik , dan lain-lain.
  1. Demokrasi Dan Persamaan;
        Dalam pembangunan daerah  perlu  ditekankan  adanya:  prinsip-prinsip  demokrasi,  peran  serta  masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman  daerah,  dalam  pelaksanaannya. Jangan sampai pembangunan di daerah meninggalkan peran serta masyarakat, apalagi mengorbankan  mereka.
  1. Kepribadian; dan
  2. Prestasi. (kartodirdjo, 1999: 15)

Bagi bangsa Indonesia,  prinsip-prinsip dasar nasionalisme tersebut tercermin dalam semboyan “bhinneka tunggal ika”  (unity  in  diversity).  Dalam setiap pembangunan di daerah, nasionalisme akan tetap terjaga apabila keenam  prinsip  tersebut  selalu  dilaksanakan dan diamalkan. Memang, nasionalisme sebagai rujukan untuk membangun jauh lebih sulit diwujudkan.  Diperlukan  pemikiran yang  konstruktif  dan  kemampuan  strategis  untuk   menggunakan   sumberdaya   untuk   mencapai   sasaran-sasaran berjangka panjang sambil menyelesaikan masalah-masalah berjangka  pendek,  sambil  menetralisasi  dampak  negatif dari nasionalisme dan demokrasi sebagai gerakan yang destruktif. Walaupun lebih sulit, namun  nasionalisme  sebagai rujukan dapat direncanakan  bersama  oleh  pemerintah  bersama  lapisan  kepemimpinan  rakyat  itu  sendiri.  (bahar,1996:20) praktek penyusunan rencana pembangunan daerah dengan melibatkan seluruh  organisasi kemasyarakatan, tokoh-tokoh perguruan tinggi serta instansi pemerintah mempunyai makna penting dalam pelembagaan nasionalisme.
Sejarah membuktikan bahwa krisis multisegi  bangsa  indonesia  saat  ini  sebenarnya  bukan  terletak  pada  melemahnya nasionalisme, tetapi karena terjadinya  proses  ketidakadilan  struktural  dalam  sistem  masyarakat  Indonesia.  Musuh utama nasionalisme dalam pembangunan yang berkembang saat  ini  adalah  banditisme  modern  struktural;  ideologi pemaksaan dan manipulasi kekuasaan yang kolutif oleh beberapa elite terhadap massa rakyat. Oleh  karena  itu  dalam pembangunan daerah semangat nasionalisme perlu dilembagakan dengan cara melakukan:
1.      Peningkatan  pelayanan dan  kesejahteraan  masyarakat;
2.      Pengembangan   kehidupan   demokrasi;
3.      Keadilan;
4.      Pemerataan;
5.      Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan NKRI.
Salah satu hal yang penting tetapi selalu dianggap remeh dan disepelekan adalah pentingnya  wawasan  sejarah dalam  pembangunan  daerah.  Wawasan  sejarah  akan  menjelaskan  nasionalisme  bangsa,  dan  nasionalisme   akan mengarahkan  pembangunan.  Dalam  konteks  ini,  pemahaman  terhadap  sejarah  lokal  sangat  penting  bagi  proses pembangunan daerah. Lalu,  bagaimana  peranan  sejarah  lokal  dalam  aplikasi  otonomi  dan  pembangunan  daerah?  Selain   untuk “memperkuat” kehidupan berbangsa dan bernegara, sejarah lokal sangat penting  untuk  memberi  pemahaman  akan peristiwa-peristiwa masa sekarang dan memprediksikan peristiwa yang akan datang pada suatu wilayah/lokal tertentu. Perubahan aliran dana dan potensi ekonomi ke daerah merupakan peluang yang  sangat  berharga  bagi  daerah  yang bersangkutan untuk pengambangan diri. Paling tidak, sesuai dengan pasal 11 uu no. 22/ 1999 telah ditunjuk  bidang-bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan  oleh  daerah  kabupaten  dan  daerah  kota.  Bidang-bidang  tersebut meliputi:
1.      Pekerjaan umum;
2.      Kesehatan;
3.      Pendidikan  dan  kebudayaan;
4.      Pertanian;
5.      Perhubungan;
6.      Industri dan perdagangan;
7.      Penanaman  modal;
8.      Lingkungan  hidup;
9.      Pertanahan;
10.  Koperasi;
11.  Tenaga kerja.
Berjalannya nation building menuju  negara  Indonesia  yang  nasionalis  demokrasi  membutuhkan  syarat  yang harus dipenuhinya, yaitu :
1.      Negara harus didukung  oleh  semangat  nasionalisme  yang  kuat;
2.      Penyelenggara negara memiliki accountability yang tinggi terhadap rakyat atau dengan  kata  lain  penyelenggara  negara  harus  siap dikontrol oleh rakyat setiap waktu;
3.      Setiap negara mempunyai kesamaan dalam  pengambilan  keputusan  dalam pemerintahan dan kesamaan hak di depan hukum. (fikri thalib, 4 desember 2000).

Sejarah lokal juga sangat berperan untuk memberikan bahan analisis dan  informasi  tentang  suatu  daerah  dari berbagai bidang yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu dalam penerapan otonomi daerah  dan pembangunan daerah pengungkapan  sejarah  lokal  di  daerah  menjadi  sangat  urgen  untuk  dilakukan  agar  dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut tidak melenceng dari arah berbangsa dan bernegara.



















BAB III
ANALISA

Menurut kelompok kami, nasionalisme berarti rasa kebanggaan, rasa memiliki dan bertanggung  jawab serta terlibat terhadap pengelolaan bangsa dan negara sehingga  menimbulkan kecintaan terhadap negeri ini. Nasionalisme negeri terus  mendapat tantangan dan ancaman dari berbagai kondisi yang terus mendera  negeri tercinta, lalu yang perlu dilakukan adalah dengan menyadari dan  seterusnya berbuat sesuai kemampuan.
Sumberdaya  alam yang terkandung di negara kita sungguh elok dan melimpah dengan  pesona nan menarik bagi para investor dan wisatawan  asing atau domestik. Pesona alam dengan keindahan terbentang dari ujung  sabang sampai merauke perlu disyukuri. Aktifitas eksplorasi terhadap  sumberdaya alam perlu dibatasi agar Indonesia tetap lestari dengan alam mempesona nan eksotik.
Sedangkan hubungan nasionalisme dengan otonomi daerah yaitu dalam membangun dan mengelola kemajuan daerah dibutuhkan rasa nasionalisme terhadap negara ini sendiri. Karena dengan adanya rasa nasionalisme yang tertanam dalam diri kita, maka kemajuan pembangunan daerah pun dapat terwujud. Dan kemajuan ini tidak hanya berdampak positif pada daerah saja, tetapi akan berdampak pula pada kemajuan negara.
Otonomi daerah dilandasi oleh konsep dasar yang melahirkan UU. No. 22 tahun 1999 dan UU. No. 25 tahun 1999. Sejarah otonomi daerah di Indonesia antara lain : UU No. 1 tahun 1945, UU No. 22 tahun 1948, UU No. 1 tahun 1957, UU No. 18 tahun 1965, UU No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999, dan UU No. 25 tahum 1999.






BAB IV
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Semangat  otonomi daerah diharapkan mampu mendukung Nasionalisme Bangsa, dengan  bermodalkan pengelolaan dan pembangunan di daerah. Semangat Otonomi daerah tidak ditujukan untuk menjadi pesaing Pemerintah Pusat akan  tetapi sebagai kebijakan untuk mempercepat proses pembangunan di  Indonesia.
Tujuan pemberian otonomi  kepada  daerah  adalah untuk memungkinkan daerah bersangkutan   mengatur  dan  mengurus  rumah  tangganya  sendiri  untuk  kepentingan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

B.   Saran
Untuk memajukan negara Indonesia, dibutuhkan rasa nasionalisme dalam diri masyarakat. Oleh sebab itu marilah mulai menanamkan rasa nasionalisme dalam diri masing-masing. Karena dengan adanya rasa nasionalisme tersebut, maka dapat mempercepat proses pembangunan dan kemajuan daerah pada khusunya dan negara pada umumnya.


[1] Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani (Jakarta Timur : Prenada Media, 2000), Cet.1, h.22-23
[2] Sukidal dan Nindia Y, Kewiraan Kewarganegaraan Kewargaan,(Metro : STAIN Jurai Siwo Metro, 2010), h.119.
[3]Azyumardi Azra, Opcit, h.149-151
[4] Azyumardi Azra, Opcit,h.168
[5] http://Eprints.undep.ac.id/../Nasmotda.Pdf.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar