BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Mengelola
negara tak cukup dengan menetapkan berbagai macam peraturan yang
harus dilakukan oleh Negara dan WNI.
Perlunya kesadaran dan penemuan ide - ide
baru ataupun kritik dalam
mengelola negara agar mengarah kemajuan dan
kesejahteraan rakyat. Kebangaan negeri ini diawali dari kita
sebagai rakyat dan negara mendukung
sepenuhnya. Pendidikan di sekolah perlu
dihiasi dengan konten pelajaran soal kepribadian bangsa, pendidikan karakter dan keIndonesiaan yang bercirikan
kebhinekaan.
Bagaimanakah Nasionalisme terpatri di Hati ?
Berangkat dari keteladanan, kepemimpinan dan kritik
membangun setiap elemen negeri, jelas
mampu menempelkan nasionalisme di dada. Bukan mengajarkan karakter koruptif, kolusi, nepotisme , dari
pengalaman sejarah membuat runtuhnya
rezim orde baru dan digantikan oleh orde refaormasi yang mengusung jargon
perubahan.
Krisis ekonomi
dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah memporak-porandakan
hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negara ini. Sebagai respon dan
untuk mengatasi krisis tersebut dicanangkannya satu kebijakan restrukturisasi
sestem pemerintahan yang cukup penting yaitu melaksanakan otonomi daerah dan
pengaturan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.
Semangat nasionalisme terus dikembangkan dan diarahkan kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia. sebagai
penopang nasionalisme adalah kebijakan Otonomomi daerah yang
bertujuan percepatan pembangunan,
pemerataan pembangunan dan pelayanan prima di
Pemerintahan daerah di Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah
ini dapat penulis uraikan sebagai berikut :
1. Bagimanaa
hubungan antara nasionalisme dengan otonomi daerah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Umum Nasionalisme
Nasionalisme
dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara
total diabdikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa.
Munculnya nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama
merebut kemerdekaan dari cengkraman kolonial. Semangat nasionalisme dihadapkan
secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan dan
alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan kawan.[1]
B. Otonomi
Daerah
Istilah otonomi
daerah dan desentralisasi dalam konteks bahasan sistem penyelenggaraan
pemerintahan sering digunakan secara campur aduk (interchangeably). Kedua istilah tersebut secara akademik bisa
dibedakan, namun secara praktis dalam penyelenggaraan pemerintahaan tidak dapat
dipisahkan, bagaikan dua mata koin yang saling menyatu namun dapat dibedakan.[2] Bahkan menurut banyak kalangan, otonomi
daerah adalah desentralisasi itu sendiri.
Otonomi daerah
adalah kemandirian suatu daerah dalam kaitan pembuatan dan pengambilan
keputusan mengeni kepentingan daerahnya sendiri. Sedangkan desentralisasi adalah pelimpahan
kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah[3].
Otonomi daerah merupakan kebijakan negara untuk
memberikan kewenangan pemerintah daerah
untuk mengurus rumah tangga pemerintahan sendiri. Di dalamnya terkandung Desentralisasi, Dekonsentrasi
dan tugas perbantuan.
Prinsip-prinsip otonomi
daerah dalam UU No.22 tahun 1999[4] :
1. Demokrasi,
keadilan pemerataan, potensi dan keanekaragaman daerah;
2. Otonomi
luas, nyata, dan bertanggung jawab;
3. Otonomi
daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan daerah kota;
4. Sesuai
dengan konstitusi negara;
5. Kemandirian
daerah otonom;
6. Meningkatkan
peranan dan fungsi badan legislatif daerah;
7. Asas
dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi sebagai wilayah administrasi;
8. Asas
tugas pembantuan.
Sesuai dengan
konstitusi lebih meningkatkan kemandirian daerah. Lebih meningkatkan peranan
dan fungsi badan legislatif daerah. Secara hakekat otonomi berarti kemandirian rakyat di daerah untuk mengatur
penyelenggaraan pemerintahan dan
melaksanakan pembangunan di daerah. Sedangkan arti penting otonomi daerah sebagai berikut :
- Mendorong untuk memberdayakan masyarakat;
- Menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas masyarakat;
- Meningkatkan peran serta masyarakat;
- Mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
C. Hubungan
Nasionalisme dan Otonomi Daerah
Semangat otonomi daerah diharapkan mampu mendukung
Nasionalisme Bangsa, dengan bermodalkan
pengelolaan dan pembangunan di daerah. Semangat Otonomi daerah tidak ditujukan
untuk menjadi pesaing Pemerintah Pusat akan
tetapi sebagai kebijakan untuk mempercepat proses pembangunan di Indonesia[5].
Otonomi pada
dasarnya adalah sebuah
konsep politik, yang
selalu dikaitkan atau
disepadankan dengan pengertian
kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonom jika dia menentukan
dirinya sendiri, membuat hukum sendiri dengan maksud mengatur diri sendiri, dan
berjalan berdasarka kewenangan, kekuasaan, dan
prakarsa sendiri. Muatan politis yang terkandung dalam istilah ini
adalah bahwa dengan kebebasan dan kemandirian
tersebut, maka suatu daerah
dianggap otonom kalau
memiliki kewenangan (authority)
atau kekuasaan (power) dalam
penyelenggaraan pemerintahan terutama
untuk menentukan kepentingan
daerah maupun masyarakatnya
sendiri. (culla, dalam usahawan no. 4 tahun xxix april 2000,
hlm. 16) namun
demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah, satu prinsip yang
harus dipegang oleh bangsa Indonesia adalah bahwa aplikasi otonomi daerah
tetap berada dalam konteks
persatuan dan kesatuan nasional Indonesia.
Otonomi tidak ditujukan
untuk kepentingan pemisahan suatu daerah untuk bisa melepaskan
diri dari negara kesatuan RI.
Tujuan pemberian otonomi kepada
daerah adalah untuk memungkinkan
daerah bersangkutan mengatur dan
mengurus rumah tangganya
sendiri untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian jelaslah bahwa aplikasi pemerintahan dan
pembangunan di daerah sekarang ini didasarkan pada dua sendi utama
yaitu: otonomi daerah
dan kesatuan nasional.
Otonomi daerah mencerminkan adanya kedaulatan rakyat dan kesatuan
nasional mencerminkan adanya
kedaulatan negara.
Kedua kedaulatan
ini sama-sama diperlukan
dalam perjalanan hidup
bangsa indonesia. Dan,
nasionalisme pun menjadi penting
untuk “mengawal” perjalanan bangsa. Mengapa? Karena disadari atau
tidak, pelaksanaan otonomi daerah telah menjadi salah satu
pemicu lemahnya nasionalisme. Buktinya, istilah
“penduduk asli” atau
“pendatang” makin kerap muncul sejak kebijakan otonomi daerah diterapkan.
Istilah “putra daerah”
makin kerap dimunculkan dalam pelaksanaan otonomi
daerah. Hal ini
jelas merupakan suatu
yang tidak kondusif
terhadap pembangunan bangsa. Bila
keadaan ini berlanjut terus tanpa memulihkan
kembali kesadaran nasionalisme
kita maka cepat
atau lambat negara bangsa ini akan hancur. (fikri thalib, 1 juni 2001).
Sekarang bagaimana
nasionalisme berperan dalam pembangunan
daerah?
Apabila
dijabarkan prinsip-prinsip dasar
nasionalisme, maka dapat disebutkan antara lain:
- Cinta kepada tanah air;
Prinsip
cinta tanah air meletakkan setiap proses
pembangunan untuk kepentingan
bangsa dan negara
bukan golongan apalagi individu.
- Kesatuan;
Adapun prinsip
kesatuan diaplikasikan dalam
bentuk-bentuk pembangunan yang mengutamakan kebersamaan dalam demi
keutuhan NKRI dengan memperhatikan
keanekaragaman sifat pluralistik dari bangsa Indonesia. Artinya,
setiap pembangunan di daerah tidak
hanya diperuntukkan dan
harus dilaksanakan oleh orang
“asli” daerah itu saja.. Dalam kaitannya antara pemerintah dengan rakyat, persoalan
adanya kemungkinan prasangka
etnik bertimbal balik antara pejabat
dengan rakyat yang
berasal dari etnik
atau daerah yang
berbeda. Apabila prasangka ini terus dikembangkan maka benih dendam
sosial akan menjadi batu sandungan dan “bom waktu” terhadap pembangunan di
daerah. Kita sepakat untuk hidup bersama dalam kondisi yang berbeda, sehingga
kita mesti menerima perbedaan-perbedaan itu. Sikap etnosentrisme harus
dihilangkan dalam pembangunan
daerah. Mana yang lebih serius dalam mengabdi pada
suatu daerah dan
berguna bagi pembangunan
daerah, mereka mempunyai
hak untuk berperan serta. Jadi otonomi daerah bukanlah otonomi etnis
kemudian menjadi dominasi
etnis dalam proses pembangunan di daerah.
- Dapat Bekerjasama;
Dapat bekerjasama. Ini berarti
bahwa dalam setiap
proses pembangunan di daerah perlu dibudayakan kerjasama baik
interen subjek pembangunan
di dalam daerah
maupun antar daerah. Setiap
daerah otonom perlu
membuka alternatif kerjasama
antara satu dengan
lainnya, perlu menjembatani
berbagai kepentingan antara
rakyat dari daerah
satu dengan daerah
lain, dan sebagainya. Perlu dilakukan dialog dan
lobi-lobi antar daerah untuk mengatur sda
yang ada sehingga
tidak saling berugikan
antara daerah yang satu dengan
daerah yang lain.
Sebagai contoh misalnya
penggunaan dan pemanfaatan
sumber air, masalah sungai,
listrik, sarana dan prasarana publik , dan lain-lain.
- Demokrasi Dan Persamaan;
Dalam pembangunan daerah perlu
ditekankan adanya: prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta
memperhatikan potensi dan keanekaragaman
daerah, dalam pelaksanaannya. Jangan sampai pembangunan di
daerah meninggalkan peran serta masyarakat, apalagi mengorbankan mereka.
- Kepribadian; dan
- Prestasi. (kartodirdjo, 1999: 15)
Bagi bangsa Indonesia, prinsip-prinsip dasar nasionalisme tersebut
tercermin dalam semboyan “bhinneka tunggal ika”
(unity in diversity).
Dalam setiap pembangunan di daerah, nasionalisme akan tetap terjaga
apabila keenam prinsip tersebut
selalu dilaksanakan dan
diamalkan. Memang, nasionalisme sebagai rujukan untuk membangun jauh lebih
sulit diwujudkan. Diperlukan pemikiran yang konstruktif
dan kemampuan strategis
untuk menggunakan sumberdaya
untuk mencapai
sasaran-sasaran berjangka panjang sambil menyelesaikan masalah-masalah
berjangka pendek, sambil
menetralisasi dampak negatif dari nasionalisme dan demokrasi
sebagai gerakan yang destruktif. Walaupun lebih sulit, namun nasionalisme
sebagai rujukan dapat direncanakan
bersama oleh pemerintah
bersama lapisan kepemimpinan
rakyat itu sendiri.
(bahar,1996:20) praktek penyusunan rencana pembangunan daerah dengan
melibatkan seluruh organisasi
kemasyarakatan, tokoh-tokoh perguruan tinggi serta instansi pemerintah
mempunyai makna penting dalam pelembagaan nasionalisme.
Sejarah membuktikan
bahwa krisis multisegi bangsa indonesia
saat ini sebenarnya
bukan terletak pada
melemahnya nasionalisme, tetapi karena terjadinya proses
ketidakadilan struktural dalam
sistem masyarakat Indonesia.
Musuh utama nasionalisme dalam pembangunan yang berkembang saat ini
adalah banditisme modern
struktural; ideologi pemaksaan
dan manipulasi kekuasaan yang kolutif oleh beberapa elite terhadap massa
rakyat. Oleh karena itu
dalam pembangunan daerah semangat nasionalisme perlu dilembagakan dengan
cara melakukan:
1. Peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat;
2. Pengembangan kehidupan
demokrasi;
3. Keadilan;
4. Pemerataan;
5. Pemeliharaan
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dan antar daerah dalam rangka
menjaga keutuhan NKRI.
Salah satu hal yang
penting tetapi selalu dianggap remeh dan disepelekan adalah pentingnya wawasan
sejarah dalam pembangunan daerah.
Wawasan sejarah akan menjelaskan
nasionalisme bangsa, dan
nasionalisme akan mengarahkan pembangunan.
Dalam konteks ini,
pemahaman terhadap sejarah
lokal sangat penting
bagi proses pembangunan daerah. Lalu, bagaimana
peranan sejarah lokal
dalam aplikasi otonomi
dan pembangunan daerah?
Selain untuk “memperkuat”
kehidupan berbangsa dan bernegara, sejarah lokal sangat penting untuk
memberi pemahaman akan peristiwa-peristiwa masa sekarang dan
memprediksikan peristiwa yang akan datang pada suatu wilayah/lokal tertentu. Perubahan
aliran dana dan potensi ekonomi ke daerah merupakan peluang yang sangat
berharga bagi daerah
yang bersangkutan untuk pengambangan diri. Paling tidak, sesuai dengan
pasal 11 uu no. 22/ 1999 telah ditunjuk
bidang-bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh
daerah kabupaten dan
daerah kota. Bidang-bidang
tersebut meliputi:
1. Pekerjaan
umum;
2. Kesehatan;
3. Pendidikan dan
kebudayaan;
4. Pertanian;
5. Perhubungan;
6. Industri
dan perdagangan;
7. Penanaman modal;
8. Lingkungan hidup;
9. Pertanahan;
10. Koperasi;
11. Tenaga
kerja.
Berjalannya nation
building menuju negara Indonesia
yang nasionalis demokrasi
membutuhkan syarat yang harus dipenuhinya, yaitu :
1. Negara
harus didukung oleh semangat
nasionalisme yang kuat;
2. Penyelenggara
negara memiliki accountability yang tinggi terhadap rakyat atau dengan kata
lain penyelenggara negara
harus siap dikontrol oleh rakyat
setiap waktu;
3. Setiap
negara mempunyai kesamaan dalam
pengambilan keputusan dalam pemerintahan dan kesamaan hak di depan
hukum. (fikri thalib, 4 desember 2000).
Sejarah lokal juga
sangat berperan untuk memberikan bahan analisis dan informasi
tentang suatu daerah
dari berbagai bidang yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Oleh
karena itu dalam penerapan otonomi daerah
dan pembangunan daerah pengungkapan
sejarah lokal di
daerah menjadi sangat
urgen untuk dilakukan
agar dalam pelaksanaan otonomi
daerah tersebut tidak melenceng dari arah berbangsa dan bernegara.
BAB III
ANALISA
Menurut kelompok kami,
nasionalisme berarti rasa kebanggaan, rasa memiliki dan bertanggung jawab serta terlibat terhadap pengelolaan
bangsa dan negara sehingga menimbulkan
kecintaan terhadap negeri ini. Nasionalisme negeri terus mendapat tantangan dan ancaman dari berbagai
kondisi yang terus mendera negeri
tercinta, lalu yang perlu dilakukan adalah dengan menyadari dan seterusnya berbuat sesuai kemampuan.
Sumberdaya alam yang terkandung di negara kita sungguh
elok dan melimpah dengan pesona nan menarik
bagi para investor dan wisatawan asing
atau domestik. Pesona alam dengan keindahan terbentang dari ujung sabang sampai merauke perlu disyukuri. Aktifitas
eksplorasi terhadap sumberdaya alam
perlu dibatasi agar Indonesia tetap lestari dengan alam mempesona nan eksotik.
Sedangkan hubungan
nasionalisme dengan otonomi daerah yaitu dalam membangun dan mengelola kemajuan
daerah dibutuhkan rasa nasionalisme terhadap negara ini sendiri. Karena dengan
adanya rasa nasionalisme yang tertanam dalam diri kita, maka kemajuan
pembangunan daerah pun dapat terwujud. Dan kemajuan ini tidak hanya berdampak
positif pada daerah saja, tetapi akan berdampak pula pada kemajuan negara.
Otonomi daerah
dilandasi oleh konsep dasar yang melahirkan UU.
No. 22 tahun 1999 dan UU. No. 25 tahun 1999. Sejarah otonomi daerah di
Indonesia antara lain : UU No. 1 tahun 1945, UU No. 22 tahun 1948, UU No. 1
tahun 1957, UU No. 18 tahun 1965, UU No. 5 tahun 1974, UU No. 22 tahun 1999,
dan UU No. 25 tahum 1999.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semangat otonomi daerah diharapkan mampu mendukung
Nasionalisme Bangsa, dengan bermodalkan
pengelolaan dan pembangunan di daerah. Semangat Otonomi daerah tidak ditujukan
untuk menjadi pesaing Pemerintah Pusat akan
tetapi sebagai kebijakan untuk mempercepat proses pembangunan di Indonesia.
Tujuan pemberian
otonomi kepada daerah
adalah untuk memungkinkan daerah bersangkutan mengatur
dan mengurus rumah
tangganya sendiri untuk
kepentingan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
B. Saran
Untuk memajukan
negara Indonesia, dibutuhkan rasa nasionalisme dalam diri masyarakat. Oleh
sebab itu marilah mulai menanamkan rasa nasionalisme dalam diri masing-masing.
Karena dengan adanya rasa nasionalisme tersebut, maka dapat mempercepat proses
pembangunan dan kemajuan daerah pada khusunya dan negara pada umumnya.
[1] Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia &
Masyarakat Madani (Jakarta Timur : Prenada Media, 2000), Cet.1, h.22-23
[2] Sukidal dan Nindia Y, Kewiraan Kewarganegaraan Kewargaan,(Metro
: STAIN Jurai Siwo Metro, 2010), h.119.
[3]Azyumardi Azra, Opcit, h.149-151
[4] Azyumardi Azra, Opcit,h.168
[5] http://Eprints.undep.ac.id/../Nasmotda.Pdf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar